Senin, 05 Oktober 2009

Menjadi Bujangan

Menjadi bujangan itu menarik, terlebih di era sekarang ini. Menarik minat orang untuk mencarikan jodoh, menarik orang untuk beranggapan miring dan menarik orang untuk berbasa-basi.

Sebut saja, atasan, atasan-nya atasan, teman kantor, teman-nya teman kantor, tetangga, tetangga-nya tetangga, dan lain-lain, berbondong-bondong hendak mencarikan jodoh. Belakangan justru teman satu kelompok belajar di kampus dan dilanjutkan dengan teman satu angkatan sekampus. Semakin banyak orang yang berkeinginan mencarikan jodoh seharusnya membuat saya berbangga karena itu berarti saya punya cukup kualitas untuk dicarikan jodoh. Saya, tentu tidak ingin menjodohkan seseorang yang punya reputasi buruk kepada teman, saudara apalagi keponakan, begitu juga orang-orang yang ingin mencarikan jodoh buat saya. Tapi semakin banyak orang yang mengutarakan keinginannya mencarikan jodoh semakin saya terbentur pada satu kesimpulan, se-desperate itukah saya, sehingga saya tak bisa mencari jodoh saya sendiri..? tapi, siapapun yang datang menawarkan jasa pencarian jodoh, saya akan sambut dengan senyum, siapa tahu memang dari ia-lah jodoh saya nanti datang.

Menjadi bujangan juga menarik orang berbasa-basi. Bahkan kadang kelewat batas basa-basinya sehingga basa-nya lenyap, dan hanya basi yang tersisa. Sebut saja, Udin, penjual martabak yang mangkal berhimpit dengan gerobak juz buah langganan saya. Dia pernah bilang begini suatu hari ketika saya menunggu pesanan juz saya selesai.
Sendiri aja Pak, biasanya sama anaknya..? bahasa terbasi seumur hidup saya, kapan dia pernah lihat saya nenteng anak ke tukang juz. Bagaimana dia bisa mencantumkan kata “biasanya” dalam kalimat sok dekatnya itu. Satu lagi, waktu saya cari parfum di counter parfum C&F di salah satu mall, sang pelayan wanita yang sedari tadi melayani pertanyaan kembali menyampaikan bahasa basinya. Tumben sendiri Pak, isterinya mana..? pertanyaan yang basi-masam-soktahu-lebay. Tapi, saya tidak tersinggung sama mereka. Saya anggap aja apa yang mereka utarakan sebagai doa buat saya, toh they do not know what they do not know, right..?
Belakangan, pertanyaan berikut disampaikan banyak orang, dari banyak arah mata angin bahkan. Win, kenapa ngga ikut take him out aja..? Sekalian masuk TV…Duuh, bagaimana pula menjawab pertanyaan suruhan ini. Akhirnya dengan sedikit berbohong saya bilang, Pak, Bu, Mas, Mba, sebenernya saya sudah ikut audisi, tapi gagal, mereka bilang kalau saya ikut, acaranya akan molor jadi 4 jam, karena dikhawatirkan tak ada satupun dari 20 wanita itu yang akan mematikan lampunya..dan mereka tercekat sampai sana. Ah, tak apa berbohong, cuma sedikit ko, lagian aku tak mau masuk TV, TV rumahku yang Cuma 14 inch mana bisa menampung tubuhku yang mesti telah susut tetap diatas 75 Kg