Sabtu, 11 Mei 2013

Batavia dan VOC: Titik Awal Globalisasi



Saya terkejut ketika keponakan saya, Alya - 6 tahun, yang tinggal di pinggiran kota Pontianak meminta saya membelikan poster seukuran manusia dari penyanyi tampan asal Canada - Justin Bieber. Saya terkejut tidak hanya pada permintaan Alya, tapi juga pada fakta bahwa globalisasi telah menjangkau daerah-daerah pinggiran. Saya setuju dengan Thomas L. Friedman, pengarang buku The World is flat, bahwa dunia semakin hari semakin flat, bahwa manusia di seluruh dunia akan semakin terhubung. Tapi menerima permintaan keponakan saya tadi, saya masih belum percaya bahwa globalisasi telah begitu dahsyat menjalar.


Selain cepatnya kemajuan infrastuktur dan teknologi, munculnya perusahaan multinasional adalah penggerak utama merebaknya globalisasi(1). Merek perusahaan multinasional seperti McDonald, Coca-cola, Nokia, Phillips dan lainnya, kini mudah ditemui di seluruh penjuru dunia. Tidak hanya mempengaruhi budaya – seperti permintaan Alya, perusahaan-perusahaan multinasional ini juga memberikan sumbangsih dalam bidang ekonomi bagi negara dimana mereka beroperasi. Dari 100 entiti ekonomi terbesar dunia, 53 di antaranya adalah perusahaan multinasional. Yang mengejutkan, kekayaan perusahaan-perusahaan tersebut melebih kekayaan dari 120 negara di dunia(1).


 



Lalu kapan dan apa nama perusahaan multinasional yang pertama berdiri?  Semua orang Indonesia pasti sudah kenal dengan nama perusahaan ini. Ko bisa? Perusahaan ini berdiri di Indonesia berabad tahun lalu. Ia dikenal masyarakat dengan isilah kompeni, atau compagie dari nama lengkapnya Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau The Dutch East India Company. VOC didirikan oleh para pedagang Belanda dengan bantuan ide Dutch State General Johan Van Oldebarnevelt pada tanggal 20 Maret 1602. Dalam perjalanannya, VOC adalah perusahaan dengan multi-etnis pegawai dengan kantor pusatnya di Jakarta (Batavia saat itu) dan Ceylon (Sri Lanka saat ini). Dibangun untuk melindungi monopoli atas hasil bumi Asia dari serangan Portugis dan Spanyol, modal awal VOC adalah modal patungan sebesar sebesar 6.5 juta dutch guilders(2).

VOC saat itu merupakan megacorporation yang pertama kali mengeluarkan saham dan memberikan dividen sebesar 18% per tahun selama 200 tahun(3). Praktek ini masih terus diterapkan oleh perusahaan modern saat ini karena manfaat yang dihasilkannya. Pelepasan saham ke masyarakat umum, atau dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO) diyakini dapat membantu membangun struktur keuangan dan permodalan yang sehat buat perusahaan, meningkatkan transparansi, produktifitas, dan professionalisme pegawai dan manajemen(4).


Mungkin kita diwarisi ketidaksukaan pada kata kompeni, tapi tanpa sang kompeni mungkin dunia belum tentu mengalami globalisasi seperti saat ini. Terlepas dari pengaruh buruk globalisasi, kita atau setidaknya saya sebenarnya sedang menikmati dampak globalisasi. Saat ini saya sedang berada di depan komputer jinjing bermerek Lenovo buatan China, di sampingnya ada printer Hewlett Packard buatan Amerika, lampu penerang merek Phillips buatan Belanda, dan Blackberry dari Kanada. Globalisasi membuat hidup saya nyaman, tapi tidak merubah sesuatu di dalam diri saya – hati saya selalu dan akan selalu berlabel Indonesia.



Referensi:
3.       Friedman, T. (2005). The World is Flat, A Brief History of The Globalized World in The 21st Century.  New York