Saya terkejut ketika keponakan
saya, Alya - 6 tahun, yang tinggal di pinggiran kota Pontianak meminta saya
membelikan poster seukuran manusia dari penyanyi tampan asal Canada - Justin
Bieber. Saya terkejut tidak hanya pada permintaan Alya, tapi juga pada fakta
bahwa globalisasi telah menjangkau daerah-daerah pinggiran. Saya setuju dengan
Thomas L. Friedman, pengarang buku The World is flat, bahwa dunia semakin hari
semakin flat, bahwa manusia di
seluruh dunia akan semakin terhubung. Tapi menerima permintaan keponakan saya
tadi, saya masih belum percaya bahwa globalisasi telah begitu dahsyat menjalar.
Selain cepatnya kemajuan infrastuktur
dan teknologi, munculnya perusahaan multinasional adalah penggerak utama
merebaknya globalisasi(1). Merek perusahaan multinasional seperti
McDonald, Coca-cola, Nokia, Phillips dan lainnya, kini mudah ditemui di seluruh
penjuru dunia. Tidak hanya mempengaruhi budaya – seperti permintaan Alya,
perusahaan-perusahaan multinasional ini juga memberikan sumbangsih dalam bidang
ekonomi bagi negara dimana mereka beroperasi. Dari 100 entiti ekonomi terbesar dunia,
53 di antaranya adalah perusahaan multinasional. Yang mengejutkan, kekayaan
perusahaan-perusahaan tersebut melebih kekayaan dari 120 negara di dunia(1).
Lalu kapan dan apa nama perusahaan
multinasional yang pertama berdiri? Semua
orang Indonesia pasti sudah kenal dengan nama perusahaan ini. Ko bisa? Perusahaan
ini berdiri di Indonesia berabad tahun lalu. Ia dikenal masyarakat dengan
isilah kompeni, atau compagie dari
nama lengkapnya Vereenigde
Oostindische Compagnie (VOC) atau The Dutch East India Company. VOC
didirikan oleh para pedagang Belanda dengan bantuan ide Dutch State General Johan Van Oldebarnevelt pada tanggal 20
Maret 1602. Dalam perjalanannya, VOC adalah perusahaan dengan multi-etnis
pegawai dengan kantor pusatnya di Jakarta (Batavia saat itu) dan Ceylon (Sri
Lanka saat ini). Dibangun untuk melindungi monopoli atas hasil bumi Asia dari
serangan Portugis dan Spanyol, modal awal VOC adalah modal patungan sebesar sebesar
6.5 juta dutch guilders(2).
VOC saat itu merupakan megacorporation
yang pertama kali mengeluarkan saham dan memberikan dividen sebesar 18% per
tahun selama 200 tahun(3). Praktek ini masih terus diterapkan oleh perusahaan
modern saat ini karena manfaat yang dihasilkannya. Pelepasan saham ke
masyarakat umum, atau dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO)
diyakini dapat membantu membangun struktur keuangan dan permodalan yang sehat
buat perusahaan, meningkatkan transparansi, produktifitas, dan professionalisme
pegawai dan manajemen(4).
Mungkin kita diwarisi ketidaksukaan
pada kata kompeni, tapi tanpa sang kompeni mungkin dunia belum tentu mengalami
globalisasi seperti saat ini. Terlepas dari pengaruh buruk globalisasi, kita atau
setidaknya saya sebenarnya sedang menikmati dampak globalisasi. Saat ini saya
sedang berada di depan komputer jinjing bermerek Lenovo buatan China, di
sampingnya ada printer Hewlett Packard buatan Amerika, lampu penerang merek Phillips
buatan Belanda, dan Blackberry dari Kanada. Globalisasi membuat hidup saya
nyaman, tapi tidak merubah sesuatu di dalam diri saya – hati saya selalu dan akan
selalu berlabel Indonesia.
Referensi:
3.
Friedman, T. (2005). The World is Flat, A
Brief History of The Globalized World in The 21st Century.
New York
Tidak ada komentar:
Posting Komentar